Kepala Bidang Tata Usaha

kalau ingin menemui saya Jangan lupa sebelum mengumpul berkas, periksa dengan teliti terima kasih.

Foto Bareng Kebersamaan

Aduuh, foto Ibu Ani lawan Ibu Nisa kd Kelihatan nah muha nya, kena kita edit beasa.

Direktur RSUD Datu Sanggul Rantau

Pemberian Pengharhaan Kepada Dokter Muda, Terima kasih telah membantu Pasien di RSUD Datu Sanggul Rantau.

Bunda Hj. Wahidah dan Ibu Ani Rohaini

Santai Haja Muha nya Bu,hehe.

Pertemuan ARSADA Tahun 2013

RSUD Datu Sanggul Rantau Kabupaten Tapin Menjadi Tuan Rumah Pertemua ARSADA Tahun 2013.

Jumat, 15 November 2013

Kompetensi Pemeriksaan USG

Oleh: dr Wahyu W Bachtiar SpB
Dokter Spesialis Bedah di Banjarbaru
Seorang ibu hamil bersama suaminya tergesa-gesa masuk ke dalam ruang praktik dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan. Mereka tampak cemas dan khawatir. Kepada dokter, keduanya menanyakan apakah janin yang dikandung yang diperkirakan berumur 7 bulan itu memiliki kepala?
Karuan saja dokter tersebut kaget dan mengatakan tidak mungkin mengetahui tanpa melakukan pemeriksaan penunjang ultrasonografi (USG). Setelah dilakukan pemeriksaan USG mereka tampak lega karena hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa tidak ada yang salah dengan janin yang dikandung perempuan itu.
Kemudian mereka bercerita bahwa baru saja melakukan pemeriksaan USG di tempat praktik seorang paramedis, yang menyatakan bahwa pada janinnya tidak ditemukan kepala alias tidak berkepala.
Pada kesempatan lain seorang ibu memaksa dokter spesialis kandungan yang merawatnya untuk melakukan sectio cesaria (operasi secar/SC) untuk mengeluarkan janinnya. Alasannya, berdasarkan pemeriksaan USG paramedis, air ketubannya sudah habis sehingga tidak bisa lahir secara normal.
Setelah dilakukan pemeriksaan ulang oleh dokter tersebut jumlah air ketubannya dalam batas normal, tidak habis sehingga bisa diupayakan persalinan normal tidak harus dioperasi SC.
Demikianlah dua buah ilustrasi kasus di atas yang mungkin atau bahkan sudah pernah dialami oleh dokter yang berkecimpung dalam bidang kebidanan dan penyakit kandungan.
Harus dimengerti oleh masyarakat umum, pada dunia kedokteran dan pengobatan ada dua kelompok profesi yang terlibat yaitu medis dan paramedis.
Kelompok pertama (medis) adalah dokter umum, dokter gigi, dokter spesialis dan dokter subspesialis, sedangkan kelompok paramedis adalah perawat dan bidan.
Menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) paramedis adalah orang yang bekerja di lingkungan kesehatan sebagai pembantu dokter (seperti perawat). Sejak awal, pola pendidikan kedua jenis profesi ini berbeda. Kalau dokter, harus menempuh jenjang studi strata 1 (S1) di Fakultas Kedokteran universitas negeri atau swasta, tidak ada jurusan D3 atau sarjana muda untuk gelar dokter. Sedangkan untuk profesi paramedis ada jurusan Diploma 3 (D3) misalnya lulusan akademi perawat, akademi kebidanan. Ada juga jurusan S1, S2 bagi perawat bila dia menempuh jenjang pendidikan sarjana keperawatan (SKep).
Kompetensi (kewenangan, kemampuan) profesi medis dan paramedis sangat berbeda. Untuk diagnosis klinis harus dari dokter bukan dari paramedis. Paramedis adalah mitra dokter bekerja sama dalam melaksanakan apa yang sudah diputuskan tersebut.
Ada beberapa kewenangan dokter yang bisa dilimpahkan untuk diaplikasikan kepada pasien, misalnya dokter menginstruksikan memberi obat, kemudian perawat yang menyuntik obat kepada pasien.
Untuk pendidikan dokter spesialis lebih sulit, karena setelah mendapatkan gelar dokter (yang ditempuh kurang lebih enam tahun) harus mengikuti pendidikan lagi kurang lebih 5-6 tahun baru berhak menyandang gelar profesi dokter spesialis. Kemampuan, kapabilitas dan kompetensi antara perawat, dokter dan dokter spesialis jelas berbeda.
Pemeriksaan penunjang USG (ultrasonografi) adalah kompetensi dokter spesialis (medis) bukan kompetensi bidan atau perawat (paramedis). Kalau ini dilanggar maka akan sering terjadi penyakit yang misdiagnosis (salah diagnosis), overdiagnosis (diagnosis yang berlebihan) atau undiagnosis (tidak terdiagnosis). Sebaiknya masyarakat umum memahami hal ini, sehingga tidak berobat atau memeriksakan diri kepada petugas yang tidak kompeten untuk menghindari salah interprestasi seperti ilustrasi kasus pada awal tulisan ini.
Para pengambil keputusan (birokrat) pun harus memahami kompetensi ini. Karena terkadang profesi paramedis dipaksa berperilaku sebagai tenaga medis oleh birokrat yang tidak faham dunia kedokteran, misalnya di suatu puskesmas yang tidak ada tenaga medisnya, diberikan alat USG oleh dinas kesehatan.
Kemudian ada lagi pesantren yang memiliki balai pengobatan, di situ ditempatkan alat USG yang dioperasikan oleh paramedis. Tak heran, diagnosis yang “aneh-aneh” sering muncul dari pasien yang dilakukan pemeriksaan di tempat tersebut.
Untuk tenaga paramedis seharusnya menyadari kewenangan dan kompetensi ini. Mereka hendaknya tidak mudah tergiur bujuk rayu para penjual/penyalur USG buatan Cina dengan harga murah kemudian berpraktik layaknya seorang dokter spesialis. Sekali lagi, ini sangat membahayakan dan merugikan pasien.
Alat USG adalah operator deppendent (tergantung operator/orang yang mengoperasikannya). Untuk melihat adanya kelainan pada tampilan/imaging USG pada layar diperlukan ketajaman mata, ketelitian, jam terbang, dan basic anatomi fisiologi serta embryologi yang kuat. Tidak hanya berdasarkan pelatihan USG yg dilakukan satu mingguan. Orang yang dilatih mengoperasikan USG selama beberapa hari, belum bisa dikatakan kompeten mengoperasikan alat ini.
Dokter spesialis juga harus selalu tetap mengasah diri untuk mengoperasikan USG secara baik dan benar. Setiap peserta pendidikan dokter spesialis bedah dibekali dengan kursus FAST (Focussed abdominal sonoghrapy for trauma) sehingga setiap dokter spesialis bedah diharapkan terampil dalam mendiagnosis adanya cedera organ dalam perut (abdominal) dengan menggunakan USG. Mereka tidak harus selalu buru-buru melakukan prosedur operasi (membuka) perut pasien untuk melakukan diagnosis pada kasus trauma. Dilakukan screening dengan USG terlebih dahulu.
Dokter spesialis kebidanan dan kandungan biasanya lebih terampil lagi dalam menggunakan alat USG ini. Di samping karena memang kompetensi mereka, kolegium (persatuan) dokter spesialis kebidanan dan kandungan memperlakukan standar yang sangat ketat untuk para anggotanya (dokter spesialis obsgin), untuk melakukan kursus dan pendidikan USG yang berkesinambungan. Agar hasil pemeriksaan USG bagi ibu hamil terukur (accountable) dan bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Melalui pemeriksan USG diharapkan didapat informasi penting mengenai keadaan janin, misalnya umur dan perkembangan janin, letak plasenta, keadaan air ketuban, posisi janin (sungsang atau tidak) dan banyak informasi penting lain yang berguna dalam manajemen terhadap proses persalinan yang akan dilalui oleh ibu bersama janinnya.
Bukan sekadar mengetahui perkiraan jenis kelamin janin. Melalui pemeriksaan USG ini diupayakan semua kemungkinan dan risiko bisa diantisipasi. Meski demikian, masih saja terkadang timbul penyulit-penyulit yang merubah rencana awal menjadi berbeda.
Mengingat kompleksitas dan kepentingan pemeriksaan ini,  maka pemeriksaan USG bagi ibu hamil harus dilakukan oleh seorang dokter spesialis obsgin yang sudah terlatih, bukan oleh seorang paramedis.
Pemeriksaan USG yang dilakukan oleh paramedis yg tidak kompeten rentan terjadi misinterprestasi terhadap imaging yang dihasilkan mesin USG. Karena, interprestasinya tidak didasari oleh ilmu pengetahuan dan skill yang baik (leak of skill and knowledge). Salah dalam menyimpulkan gambaran sonografis bisa berakibat salah memanagement pasien. Berlaku hukum garbage in garbage out. (*)
sumber: BPOST

Rabu, 13 November 2013

Insan Kesehatan Tapin Rayakan HKN ke-49

Insan Kesehatan Tapin Rayakan HKN ke-49
banjarmasinpost.co.id/ibrahim ashabirin
Dinas Kesehatan Tapin memperingati Hari Kesehatan Nasional (HKN) ke 49 di Gedung Sultan Kuning Tapin, Selasa (12/11).

BANJARMASINPOST.CO.ID, RANTAU - Dinas Kesehatan Tapin memperingati Hari Kesehatan Nasional (HKN) ke 49 di Gedung Sultan Kuning Tapin, Selasa (12/11).
   
Di depan ribuan insan kesehatan Tapin, Bupati Tapin HM Arifin Arpan meminta dinas kesehatan, puskesmas dan poskesdes supaya memperhatikan hal-hal kecil, seperti kalau kaca kantor yang sudah berdebu, segera dibersihkan.
   
Begitu juga kalau cat bangunan sudah kusam, segera dicat atau dikapur, sehingga terlihat lebih bagus.
"Untuk mengajak warga untuk hidup bersih, maka lingkungan kita dulu yang bersih, sehingga menjadi teladan bagi orang lain," jelas HM Arifin Arpan.
   
Kepala Dinas Kesehatan Tapin, Noor Ifansyah mengajak untuk menekan angka anak kurang gizi dan mencegah kegemukan. Meskipun di Tapin tidak ditemukan anak yang mengalami gizi buruk.
   
Menurut Noor Ifansyah, pada 1 Januari 2014 atau  50 hari lagi program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) akan diterapkan. JKN ini menuntut layanan dasar yang sasarannya adalah puskesmas.
Hadir dalam acara itu, Wabup Tapin H Sufian Noor, sejumlah kepala dinas dan sejumlah pensiunan perawat.
Bupati Tapin HM Arifin Arpan secara tiba-tiba mengungkapkan akan memberi bantuan dana kepada pensiunan tersebut.
"Ini sebagai penghargaan atas jasa-jasanya. pungkas bupati,". Him
sumber: BPOST

Tata Ulang Sistem Layanan Kesehatan

Oleh: Pribakti B
Dokter RSUD Ulin Banjarmasin
Masih hangat di benak kita riuh gonjang-ganjing bayi D yang ditolak sedikitnya lima rumah sakit di ibu kota. Ketika itu profesi dokter mendapat sorotan tajam dan tuduhan menolak pasien yang tidak beralasan.
Berbagai pemberitaan di media bukannya membawa kesejukan, justru memelintir fakta dan memperkeruh suasana. Boleh jadi, itulah yang memancing selentingan usul dari seorang politisi untuk membangun fasilitas neonatal intensive care unit (NICU) di puskesmas.
Masa iya itu solusinya? Sebab puskesmas, sesuai namanya, dibangun untuk menjadi pusat kesehatan masyarakat. Sekali lagi, sesuai namanya, puskesmas berlokasi di tengah masyarakat, agar masyarakat dapat memilki akses terhadap fasilitas layanan kesehatan yang dekat dan terjangkau.
Bertolak dari hal tersebut, puskesmas sebagai layanan primer pun dibekali banyak misi untuk menjaga kesehatan masyarakat, dengan berfokus pada upaya pencegahan (preventif), bukan pengobatan (kuratif). Implikasi nyatanya sudah cukup banyak. Sebut saja pemberantasan jentik nyamuk, imunisasi masal, dan penyuluhan gizi. Semuanya dilakukan untuk promosi kesehatan dan pencegahan penyakit.
Usulan untuk membangun NICU di puskesmas jelas bertolak belakang dengan misi pembangunan puskesmas itu sendiri. Bagaimana mungkin fasilitas NICU yang bertujuan menangani bayi baru lahir yang membutuhkan perawatan intensif mendapat tempat dalam upaya “promosi kesehatan dan pencegahan penyakit”? Bukankah lebih tepat dan lebih logis bila fasilitas NICU berada di tempatnya selama ini, yakni di rumah sakit besar atau rumah sakit rujukan?
Sebab berdasar topografi pengorganisasian perawatan kesehatan, layanan kesehatan dibagi menjadi tiga. Pertama, perawatan primer yang meliputi layanan kesehatan umum dan preventif (vaksinasi) sebagai aktivitas utama. Kedua, perawatan sekunder yang meliputi layanan yang membutuhkan keahlian klinis terspesialisasi seperti perawatan Rumah Sakit (RS). Ketiga, perawatan tersier, yang berada di puncak piramida organisasional, yang meliputi penanganan kelainan yang kompleks dan jarang seperti kelainan kongenital.
Artinya, dalam hal ini negara harus mampu mewujudkan struktur perawatan primer-sekunder-tersier dengan rapi dan teratur. Jumlah dokter umum harus lebih banyak daripada dokter spesialis, setidaknya 60:40.
Konsep yang perlu dipertimbangkan, pertama, pelayanan di tingkat perawatan primer dikomando dokter umum, dan tanggung jawab utamanya adalah perawatan ambulatoir (rawat jalan) serta program preventif.
Kedua, di tingkat perawatan sekunder, yang mengisi adalah dokter spesialis seperti penyakit dalam, anak, saraf, jiwa, kandungan, serta bedah umum. Mereka berlokasi di klinik RS dan berperan sebagai konsultan pasien rujukan dokter umum dan melayani rawat inap. Pada giliranya, mereka mengembalikan pasien tersebut ke dokter umum untuk kebutuhan perawatan yang terus-menerus.
Ketiga, ada subspesialis perawatan tersier, seperti ahli bedah jantung, ahli imunologi, dan ahli hematologi anak. Sistem yang ada saat ini masih sangat tidak teratur. Ketika banyak puskesmas yang tidak punya dokter umum, RS menjamur dengan dukungan teknologi modern, yang bergerak cepat hingga makin merebut porsi pelayanan tersier. RS itu berlomba lebih menawarkan perawatan terspesialisasi seperti bedah dan prosedur obstetrik yang berisiko tinggi.
Saya meyakini, pola itu mengakibatkan angka mortalitas lebih tinggi jika dibanding ketika prosedur suatu tindakan dilakukan secara regionalisasi. Belum lagi, pasien terbiasa datang langsung ke layanan spesialis dan perawatan tersier.
Padahal, akuntabilitas perawatan yang menyeluruh masih rendah, karena masing-masing spesialis berfokus memikirkan penanganan satu sistem organ. Lebih parah lagi, masing-masing dokter spesialis itu memberikan layanan perawatan berkualitas tinggi.
Kondisi tersebut sangat membebani pemerintah. Sebab, perawatan berbasis spesialisasi dengan teknologi tinggi lebih bersifat kuratif dan individualistis. Itulah yang membuat perawatan terpecah dan tidak terkoordinasi. Akibatnya, layanan perawatan primer dasar seperti pencegahan penyakit dan dukungan perawatan untuk pasien penyakit kronis yang tidak bisa disembuhkan terpinggirkan.
Dari segi biaya, sistem yang bertumpu pada perawatan spesialis itu berbiaya tinggi (bagi konsumen) dan berarti menjanjikan pendapatan tinggi (bagi dokter dan manajemen). Akibatnya fatal, terjadi tren mahasiswa kedokteran yang makin tidak tertarik untuk memilih perawatan primer sebagai karier.
Bahaya lainnya adalah munculnya industri kesehatan swasta berskala besar yang dari tahun ke tahun makin menjamur dan makin kuat memaksakan pengaruhnya. Kondisi itu makin mengikis profesi kedokteran, sehingga otonomi dan otoritasnya bisa terancam.
Sistem saat ini cenderung membuat jutaan orang bergerak sendiri-sendiri, pertumbuhan dan pluralismenya tidak terkontrol hingga menjurus ke anarki. Pasien merasa terbiasa diperiksa langsung oleh dokter spesialis yang mereka pilih sendiri. Peran dokter umum di lini primer menjadi kurang jelas. Tak heran jika makin sulit mencari dokter umum, karena kini mereka berebut menjadi dokter spesialis.
Rentetan masalah tersebut memunculkan celah di perawatan primer, sehingga beberapa dokter spesialis dari tingkat perawatan tersiernya juga berperan sebagai dokter keluarga primer. Jadilah perawatan primer itu tempat praktik bagi banyak dokter spesialis dengan peran yang tumpang tindih. Kondisi tersebut banyak terjadi di daerah surplus ekonomi dan padat penduduk.
Sementara itu, di daerah miskin, mendapatkan dokter umum saja masih sulit. Bisa dikatakan, fondasi perawatan primer kita sedang terancam retak. Ini masalah mendesak. Pemerintah perlu secepatnya menata ulang sistem layanan primer-sekunder-tersier.
Selamat Hari Kesehatan Nasional! (*)

Paramedis Tapin Bertanding Futsal

Paramedis Tapin Bertanding Futsalbanjarmasinpost.co.id/ibrahim ashabirin
Hari kesehatan nasional ke 49 turut dirayakan oleh jajaran dinas kesehatan di Kabupaten Tapin selama tiga hari Jumat hingga Minggu (8-10/11) di Lapangan Dwi Dharma Tapin. 

BANJARMASINPOST.CO.ID, RANTAU - Hari kesehatan nasional ke 49 turut dirayakan oleh jajaran dinas kesehatan di Kabupaten Tapin selama tiga hari Jumat hingga Minggu (8-10/11) di Lapangan Dwi Dharma Tapin.

Perayaan tersebut dalam bentuk pertandingan bola voli, futsal, tenis meja dan catur. Baik putra dan putri yang diikuti oleh seluruh puskesmas se-Tapin termasuk jajaran Rumah Sakit Datu Sanggul Tapin.

Pantauan BPost Online, Sabtu (9/11) di lapangan, pertandingan bola voli itu seringkali mengundang tawa, sebab paramedis yang biasanya melayani pasien, justru bermain voli, sehingga tampak sekali kekakuan seperti sasaran bola yang sering meleset dari sasaran bahkan sesekali terjatuh.
Kepala Dinas Kesehatan Tapin, Noor Ifansyah, mengatakan berbagai pertandingan olahraga dalam memeringati hari kesehatan nasional ini untuk menyambung dan mempererat tali silaturahim.

"Dari pantauan kami selama pertandingan ini, seolah-olah jadi ajang reuni bagi paramedis, sebab selama ini mereka sibuk dengan pekerjaannya masing-masing, sekarang kami pertemukan mereka dalam momentum hari kesehatan," jelas Noor Ifansyah.
"Kami juga akan menggelar seminar kesehatan dan aksi sosial," pungkasnya
sumber : BPOST

KEPUTUSAN MUNAS VI ARSADA

  • KeputusanNo. 001/Munas VI ARSADA/2013Pengesahan Tata Tertib dan Jadwal Acara Munas VI ARSADA 2013
  • KeputusanNo. 002/Munas VI ARSADA/2013Penetapan Pimpinan Munas VI ARSADA 2013
    Ketua : dr. Sasongko, M.Kes
    Wakil Ketua : dr. Nonot Mulyono, M.Kes
    Sekretaris : DR. dr. Tubagus Abeng, MMR
  • KeputusanNo. 003/Munas VI ARSADA/2013Menerima Pertanggungjawaban Pengurus Pusat ARSADA 2010 - 2013
  • KeputusanNo. 004/Munas VI ARSADA/2013Pengubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga ARSADA
  • KeputusanNo. 005/Munas VI ARSADA/2013Penetapan Pokok-Pokok Program Kerja Pengurus Pusat ARSADA 2013 - 2016
  • KeputusanNo. 006/Munas VI ARSADA/2013Penetapan Rekomendasi Munas VI ARSADA 2013
  • KeputusanNo. 007/Munas VI ARSADA/2013Penetapan Ketua Umum PP ARSADA 2013-2016 Dr. Kuntjoro Adi Purjanto, M.Kes.
  • KeputusanNo. 008/Munas VI ARSADA/2013 Ratifikasi Nota Kesepakatan Organisasi-Organisasi Perumahsakitan Indonesia

 REKOMENDASI MUNAS VI ARSADA
Meminta kepada Pemerintah untuk :
  1. Segera menyelesaian regulasi pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), yang akan  diberlakukan 1 Januari 2014.
  2. Segera mensosialisasi regulasi pelaksanaan JKN yang telah tersusun kepada masyarakat, pemerintah daerah, rumah sakit daerah, fasilitas kesehatan lain dan organisasi profesi, serta pihak-pihak yang terkait.
  3. Apabila Pemerintah tidak dapat menyelesaikan regulasi seperti tersebut dalam point 1 dan 2 di atas dalam waktu 2 bulan sebelum 1 Januari 2014, maka  disarankan kepada pemerintah untuk mempertimbangkan waktu dimulainya pelaksanaan BPJS.
  4. Memperjelas pembagian peran antara Pemerintah Pusat, Provinsi, Kabupaten Kota, Asosiasi Perumah Sakitan, Organisasi Profesi dalam pembinaan, pengendalian dan pengawasan terhadap pelayanan kesehatan rujukan, terkait dengan:      a.   Regulasi
         b.   Pembiayaan
         c.   Mutu Layanan (Akreditasi)
         d.   Referal Health  System
  5. Membuat pengaturan tentang distribusi – frekwensi jumlah RS dan tenaga medis di masing masing daerah tingkat Pusat, Provinsi, Kabupaten Kota.
  6. Membentuk Komite Nasional Jaminan Kesehatan Nasional yang bertugas mengawasi pelaksanaan JKN.
 Dr-Kuntjoro-ketua-umum-arsada-pusat-terpilih-bersama-jusuf-kallaDr. Kuntjoro, ketua umum arsada pusat terpilih bersama Jusuf Kalla, mantan wapres RI  Dr-kuntjoro-memberikan-piagam-penghargaanDr kuntjoro memberikan piagam penghargaan sebagai pembicara pada acara penutupan munas arsada di jakarta, 6 september 2013

 Ketua-umum-arsada-pusat-terpilih-dr.-KuntjoroKetua umum arsada pusat terpilih, dr. Kuntjoro memberikan sertifikat pada pengurus forum pejabat keuangan blud yang baru dibentuk  Ketua-umum-arsada-pusat-terpilih-mengucapkan-terima-kasih-pada-dr.SasongkoKetua umum arsada pusat terpilih mengucapkan terima kasih pada dr. Sasongko selaku pemimpin sidang organisasi

sumber: ARSADA
Free Backlinks